Aku mengambil buku yang tergeletak di atas meja. membolak-baliknya dengan lesu.
Akh, seandainya tadi aku berangkat lebih awal, pasti aku tidak akan terjebak hujan sore ini.
Sebenarnya, terjebak hujan dan terlambat untuk meeting bukanlah hal yang harus kukeluhkan terus-menerus dalam hati. Tapi, terjebak hujan di rumah bersama Ayah adalah satu-satunya alasan mengapa aku HARUS mengeluh dan mengeluh. Aku punya banyak alasan mengapa aku benci Ayah. Yaaa, aku tau dan aku cukup sadar bahwa gara-gara sperma Ayah-lah, aku bisa menghirup udara ini, gara-gara sperma Ayah-lah aku bisa menjadi manusia.
Tapi, semua alasan tentang sperma Ayah, seketika hancur jika aku mengingat seluruh bentuk kekejamannya padaku!!
Aku bertahan di dalam kamar.
Aku BOSAN..!!! dan LAPAR.
Dengan langkah gontai, aku menuju arah dapur. Saat melewati ruang makan, aku melebarkan pandanganku, untung Ayah tidak ada.
Saat lagi asyik memasak mie instan, aku mendengar suara langkah menuju dapur. Tak berapa lama kemudian, Ayah muncul.
"Masak mie yah? Buatin Ayah juga yah. Ayah lapar, Ibumu belum sempat masak sebelum pergi tadi," kata Ayah sambil mengambil air mineral dan berlalu.
Aku hanya melihat dan akhirnya mengeluh dalam hati.
Tidak berapa lama kemudian, aku sudah membawa dua mangkuk mie ke ruang tengah. Aku melihat Ayah duduk di pojok dekat jendela sambil memandang situasi di luar.
Sebenarnya, di tempat Ayah duduk sekarang adalah tempat kesukaanku. Saat pagi atau malam hari, aku suka duduk di tempat itu sambil melihat pekarangan rumah yang ditumbuhi tanaman hijau yang selalu dirawat Mama. Tetapi, karena Ayah duduk di situ, aku mengurungkan niat untuk duduk di situ. Walaupun masih ada 1 kursi kosong di samping Ayah.
Saat aku sedang menikmati makananku, aku tidak merasa bahwa Ayah sudah berjalan ke arahku. Ayah mengambil tempat duduk tepat di hadapanku.
Ayah terdiam
Cukup jelas di telingaku, Ayah sedang menarik nafas panjang.
Udara dingin ini benar-benar semakin membekukan kami berdua.
cukup lama kami terdiam, hingga akhirnya Ayah mulai berbicara cukup panjang...
yah, cukup panjang untuk membuat dadaku sesak oleh kata-katanya...
Ayah tersenyum.
Ayah kemudian berdiri dan menepuk pundakku tiga kali.
Aku tahu, saat Ayah menepuk pundak seseorang sebanyak tiga kali, itu artinya "Aku percaya padamu"
Aku melihat Ayah berlalu dari ruang tengah, dan kemudian mengambil sweater rajutan Mama di sofa dekat jendela.
Saat pandanganku belum lepas dari Ayah,
Ayah berbalik, "Hujan hari ini sepertinya benar-benar menjadi rahmat buat Ayah dan kamu, nak", katanya sambil tersenyum.
Dan di balik senyumnya, aku melihat sangat jelas, ada air mata yang mengalir di pipinya.
ya, Ayah...
hujan hari ini adalah rahmat...
Akh, seandainya tadi aku berangkat lebih awal, pasti aku tidak akan terjebak hujan sore ini.
Sebenarnya, terjebak hujan dan terlambat untuk meeting bukanlah hal yang harus kukeluhkan terus-menerus dalam hati. Tapi, terjebak hujan di rumah bersama Ayah adalah satu-satunya alasan mengapa aku HARUS mengeluh dan mengeluh. Aku punya banyak alasan mengapa aku benci Ayah. Yaaa, aku tau dan aku cukup sadar bahwa gara-gara sperma Ayah-lah, aku bisa menghirup udara ini, gara-gara sperma Ayah-lah aku bisa menjadi manusia.
Tapi, semua alasan tentang sperma Ayah, seketika hancur jika aku mengingat seluruh bentuk kekejamannya padaku!!
- Ayah KUNO
- Ayah tidak mengijinkan aku main band
- Ayah selfish
- Ayah sering tidak setuju dengan pilihanku
- Ayah tidak setuju jika aku pacaran, dengan siapapun itu
- Pembicaraanku dengan Ayah, sering berakhir pada pertengkaran atau selisih paham
- dan lain sebagainya
Aku bertahan di dalam kamar.
5 menit kemudian
Aku BOSAN..!!! dan LAPAR.
Dengan langkah gontai, aku menuju arah dapur. Saat melewati ruang makan, aku melebarkan pandanganku, untung Ayah tidak ada.
Saat lagi asyik memasak mie instan, aku mendengar suara langkah menuju dapur. Tak berapa lama kemudian, Ayah muncul.
"Masak mie yah? Buatin Ayah juga yah. Ayah lapar, Ibumu belum sempat masak sebelum pergi tadi," kata Ayah sambil mengambil air mineral dan berlalu.
Aku hanya melihat dan akhirnya mengeluh dalam hati.
Tidak berapa lama kemudian, aku sudah membawa dua mangkuk mie ke ruang tengah. Aku melihat Ayah duduk di pojok dekat jendela sambil memandang situasi di luar.
Sebenarnya, di tempat Ayah duduk sekarang adalah tempat kesukaanku. Saat pagi atau malam hari, aku suka duduk di tempat itu sambil melihat pekarangan rumah yang ditumbuhi tanaman hijau yang selalu dirawat Mama. Tetapi, karena Ayah duduk di situ, aku mengurungkan niat untuk duduk di situ. Walaupun masih ada 1 kursi kosong di samping Ayah.
Saat aku sedang menikmati makananku, aku tidak merasa bahwa Ayah sudah berjalan ke arahku. Ayah mengambil tempat duduk tepat di hadapanku.
"Tumben yah, hujannya bikin dingin", kata Ayah membuka percakapan.
"Hemm...", jawabku sekenanya.
"Kamu masih tidak suka dengan cara Ayah?"
"Ngga kok"
"Ar, Ayah tidak pernah mau mengekang kamu. Ayah selalu berusaha ingin membebaskan kamu memilih jalan hidup kamu..."
"..tapi buktinya Ayah melarang aku melakukan ini itu kan? Ayah jarang sekali mendukungku saat aku mengambil keputusan", potongku saat Ayah mulai memasang benteng-benteng pertahanannya.
Ayah terdiam
Cukup jelas di telingaku, Ayah sedang menarik nafas panjang.
Udara dingin ini benar-benar semakin membekukan kami berdua.
cukup lama kami terdiam, hingga akhirnya Ayah mulai berbicara cukup panjang...
yah, cukup panjang untuk membuat dadaku sesak oleh kata-katanya...
"Ayah hanya ingin kamu punya lebih banyak kesempatan dibandingkan Ayah. Ayah mau kamu menghadapi lebih sedikit kesulitan, dan tidak tergantung pada siapapun. Kamu tahu Ar, Ayah mulai merencanakan hidupmu ketika tahu bahwa Mama-mu hamil, karena Ayah ingin kehidupan yang nanti kamu jalani tidak berat seperti Ayah, nak.
Kamu tahu? Dulu, bahkan sampai sekarang, Ayah sedikit sedih saat melihat kamu pergi bermain dengan teman-temanmu. Karena Ayah sadar, kalau saat itu kamu akan melupakan Ayah yang selama 4 tahun awal-mu di dunia selalu bermain bersamamu.
Selama ini Ayah bukannya tidak mau kamu menjadi anak band. Tetapi, Ayah menganggap kamu bisa LEBIH daripada sekedar menjadi anak band. Jadilah orang yang lebih kuat dan tegar daripada Ayah. Gali potensi kamu. Ayah yakin, kamu bisa mencapai hal yang lebih baik dari itu.
dan kamu tahu nak? Ayah bukannya tidak setuju dengan perempuan pilihanmu. Tapi Ayah berharap jika kamu memilih ibu untuk anak-anakmu kelak, adalah wanita yang lebih baik dari Mamamu. Suatu saat nanti, berikan yang lebih baik untuk menantu dan cucu-cucuku, daripada apa yang yang telah Ayah beri padamu."
Ayah tersenyum.
Ayah kemudian berdiri dan menepuk pundakku tiga kali.
Aku tahu, saat Ayah menepuk pundak seseorang sebanyak tiga kali, itu artinya "Aku percaya padamu"
Aku melihat Ayah berlalu dari ruang tengah, dan kemudian mengambil sweater rajutan Mama di sofa dekat jendela.
Saat pandanganku belum lepas dari Ayah,
Ayah berbalik, "Hujan hari ini sepertinya benar-benar menjadi rahmat buat Ayah dan kamu, nak", katanya sambil tersenyum.
Dan di balik senyumnya, aku melihat sangat jelas, ada air mata yang mengalir di pipinya.
ya, Ayah...
hujan hari ini adalah rahmat...